Pages

Tugas 1 : Jurnal

13 Okt 2014
Etika Bisnis yang dijalankan oleh PT Djarum Tbk
Astried Herera
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

Abstrak
Pemerintah Indonesia membuat sejumlah rambu-rambu atau aturan-aturan yang membatasi ruang gerak iklan rokok di media massa, walaupun peraturan-peraturan itu dibuat dengan "setengah hati". Karena di satu sisi peraturan itu dibuat untuk membatasi ruang gerak industri rokok dengan alasan kesehatan, tapi di sisi lain pemerintah juga mengharapkan industri ini sebagai sumber pemasukan negara di saat keadaan ekonomi Indonesia kurang menguntungkan. Substansi keberadaan CSR pada perusahaan adalah untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan itu sendiri. PT Djarum memberlakukan etika bisnis dan tanggung jawab sosial dalam menjalankan usahanya. Tergambar jelas bahwa PT Djarum sangat memposisikan diri sebagai perusahaan rokok yang tidak hanya mementingkan keuntungan perusahaan saja, namun juga kepentingan masyarakat dan konsumen dengan cara menghormati aturan pemerintah dalam memproduksi produknya.

Kata Kunci : Etika Bisnis, PT Djarum Tbk

1. Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Keberadaan perusahaan rokok skala besar maupun kecil di Indonesia memang menimbulakan banyak kontroversi. Di satu sisi, keberadaan perusahaan rokok memberikan keuntungan secara finansial bagi negara, dan banyak menyerap tenaga kerja. Di sisi lain, keberadaan perusahaan rokok dengan produk dan pemasarannya meningkatkan konsumsi masyarakat Indonesia akan rokok dan menurunkan kualitas hidup atau merusak kesehatan masyarakat. Karena kita tahu, rokok mengandung banyak zat bersifat racun bagi tubuh manusia.
Paling tidak perusahaan rokok di Indonesia memiliki keterkaitan dengan tiga departemen yang sejauh ini memiliki kewenangan mengeluarkan segenap regulasi kepada perusahaan rokok di Indonesia. Pertama, Departemen Keuangan yang sangat berkepentingan atas pendapatan negara dari hasil cukai rokok, sehingga kebijakan apapun yang mempengaruhi sektor anggaran negara Departemen keuangan selalu terlibat.
Kedua, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) karena memiliki kepentingan agar industri rokok di Indonesia dapat terus berkembang, Deperindag beranggapan bahwa selain padat modal industri rokok juga padat tenaga kerja. Masalah tenaga kerja juga mempunyai keterkaitan dengan departemen tenaga kerja karena ketika terjadi pemogokan besar-besaran tenaga kerja perusahaan rokok, maka dengan segera pemerintah melalui departemen tenaga kerja ikut sibuk untuk menahan agar eskalasi kasus itu tidak semakin membesar.
Ketiga, Departemen Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Makanan dan Minuman (Ditjen POM) yang memiliki kewenangan untuk mengawasi peredaran produk rokok di masyarakat, Ditjen POM pula yang ikut aktif dalam pengaturan iklan tentang produk rokok di media massa. Apapun kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi kinerja industri rokok, pemerintahpun sadar bahwa industri rokok merupakan salah satu pemasukan yang besar bagi pendapatan negara industri rokok, namun sambil meminimalisir ekspalitas rokok bagi kesehatan.
Dalam kabar UGM Online Edisi 84/V/21 Juli 2009, dituliskan bahwa masyarakat Indonesia mengkonsumsi rokok 178,3 miliar batang rokok per tahun. Angka ini merupakan angka tertinggi kelima di dunia, setelah Cina (1297,3 miliar batang), AS (462,5 miliar batang), Rusia (375 miliar batang), dan Jepang (299,1 miliar batang). Sebenarnya pemerintah sudah memberikan banyak aturan yang ketat untuk menekan konsumsi rokok di kalangan masyarakat. Seperti misalnya dalam hal komunikasi periklanan. Dalam dunia periklanan ada tiga produk yang selalu menimbulkan kontroversi, yaitu: alkohol, rokok dan kondom. Karena itu dibuatlah peraturan-peraturan yang membatasi gerak periklanan ketiga produk tersebut. Bahkan, WHO organisasi kesehatan dunia yang bernaung dibawah payung Perserikatan Bangsa Bangsa menghimbau supaya perusahaan-perusahaan tidak lagi memanfaatkan dana dari produsen-produsen rokok bagi keperluan kegiatan sponsorship. (Media Indonesia, 14 Juli 1996).
Pemerintah Indonesia pun membuat sejumlah rambu-rambu atau aturan-aturan yang membatasi ruang gerak iklan rokok di media massa, walaupun peraturan-peraturan itu dibuat dengan "setengah hati". Karena di satu sisi peraturan itu dibuat untuk membatasi ruang gerak industri rokok dengan alasan kesehatan, tapi di sisi lain pemerintah juga mengharapkan industri ini sebagai sumber pemasukan negara di saat keadaan ekonomi Indonesia kurang menguntungkan. Hal ini mungkin sangat bisa dimengerti karena penerimaan negara dari cukai rokok pada tahun 2000 mencapai angka sebesar 10,16 triliun rupiah -belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh). Bahkan pada tahun 2006 mencapai angka sekitar 40 triliun rupiah.(www.depkeu.go.id).

  1. Landasan Teori
2.1  Etika Bisnis
Etika bisnis adalah istilah yang biasanya berkaitan dengan perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh manajer atau pemilik suatu organisasi. Etika mempengaruhi perilaku pribadi di lingkungan kerja dan juga bisa mempengaruhi perilaku produsen kepada konsumen. Etika bisnis adalah istilah yang biasanya berkaitan dengan perilaku etis atau tidak etis yang dilakukanoleh manajer atau pemilik suatu organisasi (Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, 2007).
Menurut Manuel G. Velasquez (2006), Ethics is the discipline that examines your moral standards or the moral standards of a society to evaluate their reasonableness and their implications for one’s life. Moralty is the standards that an individual or a group has about what is right and wrong or good and evil. Moral Norms and Non-moral Norms are from the age of three we can distinguished moral from non-moral norms, from the age of three we tend to think that moral norms are more serious than non-moral norms and apply everywhere independent of what authorities say and the ability to distinguished moral from non moral norms in innate and universal.
Selain itu, Velasquez (2006) mengungkapkan that Business Ethics is a specialized study of moral right and wrong that concentrates on moral standards as they apply to business institutions, organizations, and behavior. Business Ethic is Applied Ethics. It is the application of our understanding of what is good and right to that assortment of institutions, technologies, transactions, activities, and pursuits that we call business.

2.2  Praktek-praktek Perusahaan dan Etika Bisnis
Organisasi berusaha mendorong perilaku etis dan melarang perilaku tidak etis dengan berbagai cara. Karena manajer dan karyawannya semakin sering melakukan aktivitas yang tidak etis dan bahkan ilegal di berbagai perusahaan, maka banyak perusahaan yang mengambil langkah tambahan untuk mendorong perilaku etis di lingkungan kerja.
Banyak di antaranya, misalnya menerapkan aturan main dalam menjalankan dan mengembangkan posisi etis yang jelas mengenai cara perusahaan dan karyawan menjalankan bisnisnya. Bidang yang semakin menjadi kontroversi yang berkaitan dengan etika bisnis dan praktek-praktek perusahaan mencakup posisi e-mail dan komunikasi lain yang terjadi di dalam suatu organisasi. Barangkali langkah tunggal paling efektif yang dapat diambil perusahaan adalah memperlihatkan dukungan manajemen puncak terhadap tindakan yang etis.
           
2.3  Memberlakukan Program Etika
Banyak contoh mengemukakan bahwa tanggapan etis dapat dipelajari berdasarkan pengalaman. Misalnya, dalam satu contoh klasik beberapa tahun lalu, penyabot perusahaan meracuni kapsul Tylenol, yang mengakibatkan kematian beberapa konsumen. Karyawan pada Johnson & Johnson, pembuat Tylenol, mengetahui bahwa tanpa memerlukan instruksi atau pengarahan dari perusahaan, mereka harus pergi ke rak-rak pengecer dan menarik produk itu secepat mungkin. Dalam retrospeksi, ternyata karyawan tahu bahwa inilah yang ingin dilakukan perusahaan (www.tylenol.com).
Tidak mengherankan, sekolah-sekolah bisnis telah memegang peranan penting dalam perdebatan mengenai pendidikan etika. Sebagian besar analis setuju bahwa walaupun sekolah-sekolah bisnis harus tetap mengajarkan masalah-masalah etika di lingkungan kerja, perusahaanlah yang harus bertanggung jawab penuh dalam mendidik karyawannya. Kabar baiknya, kini semakin banyak perusahaan yang melakukan hal tersebut.
Menurut Manuel G. Velasquez (2006), four steps leading to ethical behavior. First, recognizing a situation is an ethical situation. Second, judging what the ethical course of action is. Third, deciding to do the ethical course of action. Fourth, carrying out the decision. On the other hand, Velasquez (2006) said that requires framing it as one that requires ethical reasoning, situation is likely to be seen as ethical when it involves serious harm that is concentrated, likely, proximate, immiment, and potentially violates our moral standards and obstacles to recognizing a situation is ethical include: euphemistic labeling, ustifying our actions, advantageous comparisons, displacement of responsibility, diffusion of responsibility, distorting the harm, and dehumanization, and attribution of  blame.


  1. Metodologi
3.1  Objek Penelitian
Penulis melakukan penelitian terhadap PT Djarum Tbk.

3.2  Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan cara teknik pengumpulan data, yaitu:
1.      Metode Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan yang diambil dari buku literature yang akan dijadikan landasan teori dalam penelitian ini.
2.      Internet
Pengumpulan data melalui internet dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan masalah atau latar belakang masalah yang diteliti.

4.      Pembahasan
4.1  PT Djarum Tbk
PT Djarum adalah salah satu perusahaan rokok di Indonesia. Perusahaan ini mengolah dan menghasilkan jenis rokok kretek dan cerutu. Ada tiga jenis rokok yang kita kenal selama ini. Rokok Cerutu (Terbuat dari daun tembakau dan dibungkus dengan daun tembakau pula), rokok putih (Terbuat dari daun tembakau dan dibungkus dengan kertas sigaret), dan rokok kretek (Terbuat dari tembakau ditambah daun cengkeh dan dibungkus dengan kertas sigaret).
PT Djarum adalah salah satu jenis perusahaan perseroan yang ada di Indonesia. Namun dahulu PT Djarum adalah sebuah perusahaan perseorangan karna didirikan oleh seorang Oei Wie Gwan. PT. Djarum memiliki 5 nilai-nilai inti dalam pengembangan perusahan. Nilai-nilai itu adalah .Fokus pada pelanggan, Profesionlisme, Organisasi yang terus belajar, Satu Keluarga, Tanggung Jawab Sosial.

4.2  Budaya Kerja PT Djarum
Budaya kerja perusahaan ini bergerak dalam bidang penerimaan/penyaluran hasil tembakau para petani, dan turut berperan dalam meningkatkanproduktivitas hasil tembakau. Peusahaan-perusahaan ini banyak membina petani tembakau yang ada di Pulau Lombok. Berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan ini untuk lebih meningkatkan hasil-hasil tembakau baik secara kualitas maupun kuantitas, diantaranya melalui penyuluhan tentang cara pembibitan, pemeliharaan, pemungutan hasil panen, pengolahan termasuk di dalamnya pengeringan dan pengepakan serta tidak kalah pentingya dalam hal pemberian modal kepada petani. Selanjutnya dengan memperhatikan berbagai latar belakang dan keterbatasan yang dimiliki oleh petani dalam melakukan usahanya di atas, maka hendaknya terus dikembangkan hubungan kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan menguntungkan baik dengan koperasi, swasta dan Badan Usaha Milik Negara, serta antara usaha besar, menengah dan kecil dalam rangka memperkuat. struktur ekonomi nasional.
Senada dengan hal tersebut, menurut Sri Redjeki Hartono, dalam rangka meningkatkan kemampuan usaha yang berskala kecil harus dibarengi dengan kebijakan berupa beberapa upaya secara sistematis antara lain yaitu :
1.  Menyediakan perangkat peraturan yang sifatnya :
        • Mendorong terjadinya kerjasama/kemitraan.
        • Menciptakan bentuk kerjasama/kemitraan.
        • Memberi kemudahan dalam rangka terciptanya kerjasama/kemitraan.
2. Membentuk wadah-wadah kerjasama/kemitraan secara formal antara departemen, jawatan dan instansi yang bersifat teknis dengan pengusaha-pengusaha swasta (menengah dan kecil).

Kebijakan seperti tersebut di atas, merupakan wujud dari kehendak untuk melakukan keberpihakan kebijakan komunikasi organisasi kepada usaha kecil dan menengah, tetapi tentu saja tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara. Seperti kita ketahui bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia secara simultan dilakukan oleh Badan-Badan Usaha Milik Negara, Badan - Badan Usaha Swasta dan Koperasi yang merupakan pendukung bangun ekonomi Indonesia.
Dari definisi kemitraan sebagaimana tersebut di atas, mengandung makna sebagai tanggung jawab moral pengusaha menengah/besar untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan kesejahteraan bersama. Dalam pedoman pola hubungan kemitraan, mitra dapat bertindak sebagai Perusahaan inti atau Perusahaan Pembina atau Perusahaan Pengelola atau Perusahaan Penghela, sedangkan Plasma di sini adalah Petani Tembakau. Di dalam pelaksanaan kemitraan pola inti plasma, perlu lebih cermat diperhatikan pola hubungan kelembagaan antar mitra sebab secara umum memang harus disadari bahwa dalam kemitraan bertemu dua kepentingan yang sama tetapi dilatarbelakangi oleh kemampuan manajemen, kekurangpahaman dalam pengetahuan hukum, serta permodalan memang sangat rentan untuk menjadi korban dari perusahaan inti yang jelas-jelas mempunyai latar belakang yang lebih kuat.

4.3  Analisis dari Sisi Etika Bisnis
Apa yang dilakukan PT. Djarum dengan Djarum Fondation-nya merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan akan lingkungan, hubungan antara perusahan dan masyarakat, dan juga sebagai investasi sosial perusahaan (corporate philantrophy).
Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme.
Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Dimana perusahaan yang menerapkan hal ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang.

Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, dan menyerap tenaga kerja, cara ini juga dapat membangun citra positif bagi perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:
·        Sumberdaya Manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.


·        Manajemen risiko
Manajemen resiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan linhkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.

·        Membedakan merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat.

Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui media campaign.
Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut.
Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.

·        Ijin usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.

·        Motif perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.

  1. Penutup
5.1  Kesimpulan
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya substansi keberadaan CSR pada perusahaan adalah untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan itu sendiri. PT Djarum memberlakukan etika bisnis dan tanggung jawab solial dalam menjalankan usahanya. Tergambar jelas bahwa PT Djarum sangat memposisikan diri sebagai perusahaan rokok yang tidak hanya mementingkan keuntungan perusahaan saja, namun juga kepentingan masyarakat dan konsumen dengan cara menghormati aturan pemerintah dalam memproduksi produknya.

Daftar Pustaka
Penelope Patsuris, 2000. “Has Purchase Pro Bitten Off More Than It Can Chew?” Forbes Magazine, July 4th, 2000.
Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, 2007. Business, Edisi Kedelapan, Jilid 1, Jakarta: Erlangga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar