Etika
Bisnis yang dijalankan oleh PT Djarum Tbk
Astried
Herera
Fakultas
Ekonomi Universitas Gunadarma
Abstrak
Pemerintah Indonesia
membuat sejumlah rambu-rambu atau aturan-aturan yang membatasi ruang gerak
iklan rokok di media massa ,
walaupun peraturan-peraturan itu dibuat dengan "setengah hati".
Karena di satu sisi peraturan itu dibuat untuk membatasi ruang gerak industri
rokok dengan alasan kesehatan, tapi di sisi lain pemerintah juga mengharapkan
industri ini sebagai sumber pemasukan negara di saat keadaan ekonomi Indonesia
kurang menguntungkan. Substansi keberadaan CSR pada perusahaan adalah untuk
mempertahankan kelangsungan perusahaan itu sendiri. PT Djarum memberlakukan
etika bisnis dan tanggung jawab sosial dalam menjalankan usahanya. Tergambar
jelas bahwa PT Djarum sangat memposisikan diri sebagai perusahaan rokok yang
tidak hanya mementingkan keuntungan perusahaan saja, namun juga kepentingan
masyarakat dan konsumen dengan cara menghormati aturan pemerintah dalam
memproduksi produknya.
Kata Kunci :
Etika Bisnis, PT Djarum Tbk
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Keberadaan perusahaan rokok skala besar maupun kecil
di Indonesia
memang menimbulakan banyak kontroversi. Di satu sisi, keberadaan perusahaan
rokok memberikan keuntungan secara finansial bagi negara, dan banyak menyerap
tenaga kerja. Di sisi lain, keberadaan perusahaan rokok dengan produk dan
pemasarannya meningkatkan konsumsi masyarakat Indonesia akan rokok dan menurunkan
kualitas hidup atau merusak kesehatan masyarakat. Karena kita tahu, rokok mengandung
banyak zat bersifat racun bagi tubuh manusia.
Paling tidak perusahaan rokok di Indonesia memiliki keterkaitan dengan tiga
departemen yang sejauh ini memiliki kewenangan mengeluarkan segenap regulasi
kepada perusahaan rokok di Indonesia .
Pertama, Departemen Keuangan yang sangat berkepentingan atas pendapatan negara
dari hasil cukai rokok, sehingga kebijakan apapun yang mempengaruhi sektor
anggaran negara Departemen keuangan selalu terlibat.
Kedua, Departemen Perindustrian dan Perdagangan
(Deperindag) karena memiliki kepentingan agar industri rokok di Indonesia
dapat terus berkembang, Deperindag beranggapan bahwa selain padat modal
industri rokok juga padat tenaga kerja. Masalah tenaga kerja juga mempunyai
keterkaitan dengan departemen tenaga kerja karena ketika terjadi pemogokan
besar-besaran tenaga kerja perusahaan rokok, maka dengan segera pemerintah
melalui departemen tenaga kerja ikut sibuk untuk menahan agar eskalasi kasus
itu tidak semakin membesar.
Ketiga, Departemen Kesehatan melalui Direktorat
Jenderal Pengawasan Makanan dan Minuman (Ditjen POM) yang memiliki kewenangan
untuk mengawasi peredaran produk rokok di masyarakat, Ditjen POM pula yang ikut
aktif dalam pengaturan iklan tentang produk rokok di media massa. Apapun
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi kinerja industri rokok,
pemerintahpun sadar bahwa industri rokok merupakan salah satu pemasukan yang
besar bagi pendapatan negara industri rokok, namun sambil meminimalisir
ekspalitas rokok bagi kesehatan.
Dalam kabar UGM Online Edisi 84/V/21 Juli 2009,
dituliskan bahwa masyarakat Indonesia
mengkonsumsi rokok 178,3 miliar batang rokok per tahun. Angka ini merupakan
angka tertinggi kelima di dunia, setelah Cina (1297,3 miliar batang), AS (462,5
miliar batang), Rusia (375 miliar batang), dan Jepang (299,1 miliar batang).
Sebenarnya pemerintah sudah memberikan banyak aturan yang ketat untuk menekan
konsumsi rokok di kalangan masyarakat. Seperti misalnya dalam hal komunikasi
periklanan. Dalam dunia periklanan ada tiga produk yang selalu menimbulkan
kontroversi, yaitu: alkohol, rokok dan kondom. Karena itu dibuatlah
peraturan-peraturan yang membatasi gerak periklanan ketiga produk tersebut.
Bahkan, WHO organisasi kesehatan dunia yang bernaung dibawah payung
Perserikatan Bangsa Bangsa menghimbau supaya perusahaan-perusahaan tidak lagi
memanfaatkan dana dari produsen-produsen rokok bagi keperluan kegiatan
sponsorship. (Media Indonesia, 14 Juli 1996).
Pemerintah Indonesia
pun membuat sejumlah rambu-rambu atau aturan-aturan yang membatasi ruang gerak
iklan rokok di media massa ,
walaupun peraturan-peraturan itu dibuat dengan "setengah hati".
Karena di satu sisi peraturan itu dibuat untuk membatasi ruang gerak industri
rokok dengan alasan kesehatan, tapi di sisi lain pemerintah juga mengharapkan
industri ini sebagai sumber pemasukan negara di saat keadaan ekonomi Indonesia
kurang menguntungkan. Hal ini mungkin sangat bisa dimengerti karena penerimaan
negara dari cukai rokok pada tahun 2000 mencapai angka sebesar 10,16 triliun
rupiah -belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan
(PPh). Bahkan pada tahun 2006 mencapai angka sekitar 40 triliun
rupiah.(www.depkeu.go.id).
- Landasan
Teori
2.1 Etika Bisnis
Etika bisnis adalah istilah yang biasanya berkaitan
dengan perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh manajer atau pemilik
suatu organisasi. Etika mempengaruhi perilaku pribadi di lingkungan kerja dan
juga bisa mempengaruhi perilaku produsen kepada konsumen. Etika bisnis adalah
istilah yang biasanya berkaitan dengan perilaku etis atau tidak etis yang
dilakukanoleh manajer atau pemilik suatu organisasi (Ricky W. Griffin dan
Ronald J. Ebert, 2007).
Menurut Manuel G. Velasquez (2006), Ethics is the discipline that examines your
moral standards or the moral standards of a society to evaluate their
reasonableness and their implications for one’s life. Moralty is the standards
that an individual or a group has about what is right and wrong or good and
evil. Moral Norms and Non-moral Norms are from the age of three we can
distinguished moral from non-moral norms, from the age of three we tend to
think that moral norms are more serious than non-moral norms and apply
everywhere independent of what authorities say and the ability to distinguished
moral from non moral norms in innate and universal.
Selain itu, Velasquez (2006) mengungkapkan that Business Ethics is a specialized study
of moral right and wrong that concentrates on moral standards as they apply to
business institutions, organizations, and behavior. Business Ethic is Applied
Ethics. It is the application of our understanding of what is good and right to
that assortment of institutions, technologies, transactions, activities, and
pursuits that we call business.
2.2 Praktek-praktek Perusahaan dan Etika Bisnis
Organisasi berusaha mendorong perilaku etis dan
melarang perilaku tidak etis dengan berbagai cara. Karena manajer dan
karyawannya semakin sering melakukan aktivitas yang tidak etis dan bahkan
ilegal di berbagai perusahaan, maka banyak perusahaan yang mengambil langkah
tambahan untuk mendorong perilaku etis di lingkungan kerja.
Banyak di antaranya, misalnya menerapkan aturan main
dalam menjalankan dan mengembangkan posisi etis yang jelas mengenai cara
perusahaan dan karyawan menjalankan bisnisnya. Bidang yang semakin menjadi
kontroversi yang berkaitan dengan etika bisnis dan praktek-praktek perusahaan
mencakup posisi e-mail dan komunikasi lain yang terjadi di dalam suatu
organisasi. Barangkali langkah tunggal paling efektif yang dapat diambil
perusahaan adalah memperlihatkan dukungan manajemen puncak terhadap tindakan
yang etis.
2.3 Memberlakukan Program Etika
Banyak contoh mengemukakan bahwa tanggapan etis dapat
dipelajari berdasarkan pengalaman. Misalnya, dalam satu contoh klasik beberapa
tahun lalu, penyabot perusahaan meracuni kapsul Tylenol, yang mengakibatkan
kematian beberapa konsumen. Karyawan pada Johnson & Johnson, pembuat
Tylenol, mengetahui bahwa tanpa memerlukan instruksi atau pengarahan dari
perusahaan, mereka harus pergi ke rak-rak pengecer dan menarik produk itu
secepat mungkin. Dalam retrospeksi, ternyata karyawan tahu bahwa inilah yang
ingin dilakukan perusahaan (www.tylenol.com).
Tidak mengherankan, sekolah-sekolah bisnis telah
memegang peranan penting dalam perdebatan mengenai pendidikan etika. Sebagian
besar analis setuju bahwa walaupun sekolah-sekolah bisnis harus tetap
mengajarkan masalah-masalah etika di lingkungan kerja, perusahaanlah yang harus
bertanggung jawab penuh dalam mendidik karyawannya. Kabar baiknya, kini semakin
banyak perusahaan yang melakukan hal tersebut.
Menurut Manuel G. Velasquez (2006), four steps leading to ethical behavior.
First, recognizing a situation is an ethical situation. Second, judging what
the ethical course of action is. Third, deciding to do the ethical course of
action. Fourth, carrying out the decision. On the other hand, Velasquez (2006)
said that requires framing it as one that requires ethical reasoning, situation
is likely to be seen as ethical when it involves serious harm that is
concentrated, likely, proximate, immiment, and potentially violates our moral
standards and obstacles to recognizing a situation is ethical include:
euphemistic labeling, ustifying our actions, advantageous comparisons,
displacement of responsibility, diffusion of responsibility, distorting the
harm, and dehumanization, and attribution of
blame.
- Metodologi
3.1 Objek Penelitian
Penulis melakukan penelitian terhadap PT Djarum Tbk.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan
cara teknik pengumpulan data, yaitu:
1.
Metode Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan yang diambil dari buku
literature yang akan dijadikan landasan teori dalam penelitian ini.
2.
Internet
Pengumpulan data melalui internet dan jurnal-jurnal yang berhubungan
dengan masalah atau latar belakang masalah yang diteliti.
4. Pembahasan
4.1 PT Djarum Tbk
PT Djarum adalah salah satu perusahaan rokok di Indonesia .
Perusahaan ini mengolah dan menghasilkan jenis rokok kretek dan cerutu. Ada tiga jenis rokok yang
kita kenal selama ini. Rokok Cerutu (Terbuat dari daun tembakau dan dibungkus
dengan daun tembakau pula), rokok putih (Terbuat dari daun tembakau dan
dibungkus dengan kertas sigaret), dan rokok kretek (Terbuat dari tembakau
ditambah daun cengkeh dan dibungkus dengan kertas sigaret).
PT Djarum adalah salah satu jenis perusahaan perseroan
yang ada di Indonesia .
Namun dahulu PT Djarum adalah sebuah perusahaan perseorangan karna didirikan
oleh seorang Oei Wie Gwan. PT. Djarum memiliki 5 nilai-nilai inti dalam
pengembangan perusahan. Nilai-nilai itu adalah .Fokus pada pelanggan,
Profesionlisme, Organisasi yang terus belajar, Satu Keluarga, Tanggung Jawab
Sosial.
4.2 Budaya Kerja PT Djarum
Budaya kerja perusahaan ini bergerak dalam bidang
penerimaan/penyaluran hasil tembakau para petani, dan turut berperan dalam
meningkatkanproduktivitas hasil tembakau. Peusahaan-perusahaan ini banyak
membina petani tembakau yang ada di Pulau Lombok .
Berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan ini untuk lebih meningkatkan
hasil-hasil tembakau baik secara kualitas maupun kuantitas, diantaranya melalui
penyuluhan tentang cara pembibitan, pemeliharaan, pemungutan hasil panen,
pengolahan termasuk di dalamnya pengeringan dan pengepakan serta tidak kalah
pentingya dalam hal pemberian modal kepada petani. Selanjutnya dengan memperhatikan
berbagai latar belakang dan keterbatasan yang dimiliki oleh petani dalam
melakukan usahanya di atas, maka hendaknya terus dikembangkan hubungan
kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan
menguntungkan baik dengan koperasi, swasta dan Badan Usaha Milik Negara, serta
antara usaha besar, menengah dan kecil dalam rangka memperkuat. struktur
ekonomi nasional.
Senada dengan hal tersebut, menurut Sri Redjeki
Hartono, dalam rangka meningkatkan kemampuan usaha yang berskala kecil harus
dibarengi dengan kebijakan berupa beberapa upaya secara sistematis antara lain
yaitu :
1. Menyediakan perangkat peraturan
yang sifatnya :
- Mendorong terjadinya kerjasama/kemitraan.
- Menciptakan bentuk kerjasama/kemitraan.
- Memberi kemudahan dalam rangka terciptanya kerjasama/kemitraan.
2. Membentuk wadah-wadah kerjasama/kemitraan secara formal antara
departemen, jawatan dan instansi yang bersifat teknis dengan
pengusaha-pengusaha swasta (menengah dan kecil).
Kebijakan seperti tersebut di atas, merupakan wujud
dari kehendak untuk melakukan keberpihakan kebijakan komunikasi organisasi
kepada usaha kecil dan menengah, tetapi tentu saja tanpa mengabaikan peranan
usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara. Seperti kita ketahui bahwa kegiatan
ekonomi di Indonesia secara simultan dilakukan oleh Badan-Badan Usaha Milik
Negara, Badan - Badan Usaha Swasta dan Koperasi yang merupakan pendukung bangun
ekonomi Indonesia.
Dari definisi kemitraan sebagaimana tersebut di atas,
mengandung makna sebagai tanggung jawab moral pengusaha menengah/besar untuk
membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan
usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan
kesejahteraan bersama. Dalam pedoman pola hubungan kemitraan, mitra dapat
bertindak sebagai Perusahaan inti atau Perusahaan Pembina atau Perusahaan
Pengelola atau Perusahaan Penghela, sedangkan Plasma di sini adalah Petani
Tembakau. Di dalam pelaksanaan kemitraan pola inti plasma, perlu lebih cermat
diperhatikan pola hubungan kelembagaan antar mitra sebab secara umum memang
harus disadari bahwa dalam kemitraan bertemu dua kepentingan yang sama tetapi
dilatarbelakangi oleh kemampuan manajemen, kekurangpahaman dalam pengetahuan
hukum, serta permodalan memang sangat rentan untuk menjadi korban dari
perusahaan inti yang jelas-jelas mempunyai latar belakang yang lebih kuat.
4.3 Analisis dari Sisi Etika Bisnis
Apa yang dilakukan PT. Djarum dengan Djarum
Fondation-nya merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan
akan lingkungan, hubungan antara perusahan dan masyarakat, dan juga sebagai
investasi sosial perusahaan (corporate philantrophy).
Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan
dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan tanggung jawab sosial sejalan dengan
operasi usahanya. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya
wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Kalangan bisnis dan
masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme.
Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu
cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Dimana perusahaan
yang menerapkan hal ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan
pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal
yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang.
Selain dapat menciptakan peluang-peluang
sosial-ekonomi masyarakat, dan menyerap tenaga kerja, cara ini juga dapat
membangun citra positif bagi perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan Hasil Survey
"The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics
International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales
Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara
menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan
bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang
merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling
berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah
yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya
atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang
dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50%
tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara
kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Secara umum, alasan
terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari
argumentasi di bawah ini:
·
Sumberdaya Manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan
masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik
perhatian para calon pelamar pekerjaan, terutama sekali dengan adanya
persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan
untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan
merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan
lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial
dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki
nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer
kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan
dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi
masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji",
"penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam
bekerja untuk masyarakat.
·
Manajemen risiko
Manajemen resiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi
perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun
dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan
melakukan perusakan linhkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat
menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah
dan media massa .
Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar",
baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun
lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat
mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.
·
Membedakan merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk
membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari
para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan
loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga
merupakan nilai yang dianut masyarakat.
Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada
dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu
corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM,
perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan
produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui
media campaign.
Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama
kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang
memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan
melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan
perhatian atas isu tersebut.
Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana
tertentu untuk membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan
mengaitkannya dengan hasil penjualan produk tertentu atau keuntungan yang
mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi
tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang
ingin menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian
tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus
menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik
akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan
citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.
·
Ijin usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya
melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran"
secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat
luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan
keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka
dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara
asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga
perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat
terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok
dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.
·
Motif perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis
perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR
seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat
atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.
- Penutup
5.1 Kesimpulan
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa
sesungguhnya substansi keberadaan CSR pada perusahaan adalah untuk
mempertahankan kelangsungan perusahaan itu sendiri. PT Djarum memberlakukan
etika bisnis dan tanggung jawab solial dalam menjalankan usahanya. Tergambar
jelas bahwa PT Djarum sangat memposisikan diri sebagai perusahaan rokok yang
tidak hanya mementingkan keuntungan perusahaan saja, namun juga kepentingan
masyarakat dan konsumen dengan cara menghormati aturan pemerintah dalam
memproduksi produknya.
Daftar Pustaka
Penelope Patsuris,
2000. “Has Purchase Pro Bitten Off More Than It Can Chew?” Forbes Magazine,
July 4th, 2000.
Ricky W.
Griffin dan Ronald J. Ebert, 2007. Business, Edisi Kedelapan, Jilid 1, Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar